وَعَنْ سَعِيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
عَنْ أَبِيْ حَازِمٍ قَالَ : إِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ الْحَسَنَةَ
تَسُرُّهُ حِيْنَ يَعْمَلُهَا وَمَا خَلَقَ اللهُ مِنْ سَيِّئَةٍ هِيَ
عَلَيْهِ أَضَرُّ مِنْهَا، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ السَّيِّئَةَ
ثُمَّ تَسُوْءُهُ حِيْن يَعْمَلُهَا، وَمَا خَلَقَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ
مِنْ حَسَنَةٍ أَنْفَعُ لَهُ مِنْهُ، وَذَلِكَ أَنَّ الْعَبْدَ حِيْنَ
يَعْمَلُ الْحَسَنَةَ يَتَجَبَّرُ فِيْهَا وَيَرَى أَنَّ لَهُ فَضْلاً
عَلَى غَيْرِهِ وَلَعَلَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُحْبِطُهَا وَيُحْبِطُ
مَعَهَا عَمَلاً كَثِيْرًا، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ السَّيِّئَةَ
تَسُوْءُهُ وَلَعَلَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُحْدِثُ لَهُ فِيْهَا وَجَلًا
فَيَلْقَى اللهَ وَأَنَّ خَوْفَهَا لَفِيْ جَوْفِهِ بَاقٍ.
Diriwayatkan dari Sa’id bin Abdurrahman dari Abu Hazim berkata,
“Sesungguhnya
seorang hamba bisa saja melakukan kebajikan yang dia senangi ketika
melakukannya, namun ternyata Allah menjadikannya sebagai keburukan yang
paling berbahaya bagi dirinya. Dan adakalanya seorang hamba melakukan
keburukan yang ia benci ketika mengerjakannya, namun ternyata Allah
menjadikannya sebagai kebaikan paling bermanfaat yang tidak ada
bandingannya bagi dirinya. Sebabnya, ketika seorang hamba melakukan
kebajikan, ia bersikap takabbur dan menganggap bahwa dirinya memiliki
keutamaan yang tidak dimiliki orang lain. Bisa jadi dengan sebab itu
Allah menggugurkan kebajikannya itu bersamaan dengan banyaknya kebajikan
lainnya. Sementara ketika si hamba melakukan keburukan yang dibencinya
itu, bisa jadi Allah Azza wa Jalla menumbuhkan perasaan takut dalam
dirinya, kemudian ia menghadap Allah dalam keadaaan rasa takut yang
masih tertanam di dalam hatinya.”
(Shifatush Shafwah : II/164).