Saturday, September 10, 2011

Bagaimana dengan lisanmu?

 
Kisah Nabi Musa AS,
kisahnya selalu ingin ku simak jika ku menjumpainya di suatu surah alqur-an
Dia, yang tak fasih berbicara.
Musa yang kisahnya berulang-ulang kali di sebut,
mengemban risalah dalam keadaan yang cukup berat.
Dia tak fasih bicara, sulit berkata-kata.
Engkau pun mengajarkan kami berdoa.
Surah Thoha ayat 25-28:

قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي (25) وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي (26) وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي (27) يَفْقَهُوا قَوْلِي (28

Berkata Musa: “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku.

mungkin sebab itulah kisahmu selalu menjadi penguat hati Muhammad.
di saat-saat berat, Muhammad mengenangmu ,
Muhammad melirihkan gumam,
“semoga Allah menyayangi saudaraku Musa..
bahkan Allah menetapkan; kau terkisah untuk menguatkan jiwa
hati dan rasa seorang Nabi penutup masa Muhammad SAW.
sungguh ia dicobai lebih menyakitkan dari ini”.
Kisahmu ini terukir Indah dalam al-Quran Hingga hari Kiamat kelak.

Bagaimanakah dengan Lisanmu….?
Cukuplah diam itu menjadikanmu banyak merenung.
Dan tahukah kamu Siapakah Orang yang paling merugi..?
Merekalah orang yang dengan lisannya, melukai hati sesama muslim.
Bersyukurlah jika kamu adalah orang yang tak fasih berbicara,
Dalam diammu, Alhamdulillah
biasa jadi inilah bukti cinta Allah kepadamu.
Dia ingin menyelamatkanmu.

Dari Sahl bin Saad, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang bisa menjamin bisa menjaga lisan yang ada di antara dua tulang rahangnya dan kemaluan yang ada di antara kedua kakinya maka aku jamin dia akan masuk surga” (HR Bukhari no 6109).

Sungguh itu adalah suatu hal yang mudah bagi orang-orang yang Allah mudahkan.
Bila engkau tidak dapat berkata yang baik, maka diamlah niscaya itu lebih selamat.
Karenanya, Rasul yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau ia diam.” (HR. Al-Bukhari no. 6475 dan Muslim)

Al-Imam Al-Hakim rahimahullahu meriwayatkan dalam Mustadrak-nya dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallhu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan ke bibirnya dan berkata:
الصُّمْتُ إِلاَّ مِنْ خَيْرٍ. فَقَالَ لَهُ مُعَاذٌ: وَهَلْ نُؤَاخَذُ بِمَا تَكَلَّمَتْ بِهِ أَلْسِنَتُنَا؟ فَضَرَبَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَخِذَ مُعَاذٍ، ثُمَّ قَالَ: يَا مُعَاذُ، ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ -أَوْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَقُوْلَ لَهُ مِنْ ذَلِكَ- وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ فِي جَهَنَّمَ إِلاَّ مَا نَطَقَتْ بِهِ أَلْسِنَتُهُمْ؟ فَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَسْكُتْ عَنْ شَرٍّ، قُوْلُوْا خَيْرًا تَغْنَمُوا وَاسْكُتُوْا عَنْ شَرٍّ تَسْلَمُوْا
Diamlah kecuali dari perkataan yang baik.” Mu’adz bertanya kepada Rasulullah, “Apakah kita akan disiksa disebabkan apa yang diucapkan oleh lisan-lisan kita?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memukul paha Mu’adz, kemudian bersabda, “Wahai Mu’adz, ibumu kehilangan kamu3”, atau beliau mengucapkan kepada Mu’adz apa yang Allah kehendaki dari ucapan. “Bukankah manusia ditelungkupkan di atas hidung mereka ke dalam jahannam tidak lain disebabkan karena apa yang diucapkan oleh lisan-lisan mereka? Karenanya, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berkata baik atau ia diam dari berkata yang jelek. Ucapkanlah kebaikan niscaya kalian akan menuai kebaikan dan diamlah dari berkata yang jelek niscaya kalian akan selamat.” (Dishahihkan Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu dalam Ash-Shahihul Musnad, 1/460)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu menasihatkan, “Sepantasnya bagi orang yang ingin mengucapkan satu kata atau satu kalimat, ia merenungkan dan memikirkan kata/kalimat tersebut dalam jiwanya sebelum mengucapkannya. Bila memang tampak kemaslahatan dan kebaikannya maka ia berbicara. Bila tidak, maka sebaiknya ia menahan lisannya.” (Al-Minhaj, 18/318)
Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullahu dalam kitabnya Jami’ul ‘Ulum wal Hikam (1/339-340) menukilkan ucapan tiga sahabat yang mulia berikut ini:
‘Umar ibnul Khaththab radhiyallhu ‘anhu berkata, “Siapa yang banyak bicaranya akan banyak jatuhnya (dalam kesalahan). Siapa yang banyak jatuhnya, akan banyak dosanya. Dan siapa yang banyak dosanya niscaya neraka lebih pantas baginya.

Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallhu ‘anhu memegang lisannya dan berkata, “Ini yang akan mengantarkan aku ke neraka.”

Ibnu Mas’ud radhiyallhu ‘anhu berkata, “Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang patut diibadahi kecuali Dia! Tidak ada di muka bumi ini yang lebih pantas untuk dipenjara dalam waktu yang panjang dari pada lisan.”

Firma Allah Surah alhujurat(49) ayat 11-12
49:11. Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang lalim.

49:12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.

Celaka dan bahagia ternyata tak lepas dari bagaimana manusia memanajemen lidahnya. Bila lidah tak terkendali, dibiarkan berucap sekehendaknya, alamat kesengsaraan akan segera menjelang. Sebaliknya bila ia terkelola dengan baik, hemat dalam berkata, dan memilih perkataan yang baik-baik, maka sebuah alamat akan datangnya banyak kebaikan. Semoga bisa terjaga hingga yang terucapkan oleh lisan ialah hal yang baik dan berguna ... sedangkan Allah lebih maha tahu apa yang ada di hati kita saat lisan kita berucap ..semoga dijadikan dalam kedua2nya ialah yang baik terasakan oleh hati dan terucapkan oleh lisan dengan kata yang baik pula tanpa prasangka