Friday, December 23, 2011

Renungan Cerdas Menggapai Cinta Sejati

ref: Pengantar sebuah buku tentang suatu DIALOG CINTA
Dr. Khalid Jamal

Tiba-tiba ia datang kepadaku. Belum pernah kulihat cahaya yang meretas masuk ke dalam selaput bening mataku seterang itu. Ia datang kepadaku dan hampir-hampir aku bisa merasakan jeritan kalbunya yang terkubur oleh asa dan kepedihan, atas semua derita yang menimpanya selama ini. Memang, sangat jelas jurang pemisah antara apa yang ia dambakan dan apa yang terjadi pada dirinya saat ini.
Ia bertutur : “Umumnya manusia, lebih khususnya anak muda, mereka banyak memperbincangkan tentang diriku dan kehadiranku di tengah-tengah mereka. Inilah yang membuatku tersiksa dan kesedihanku semakin membuncah”.
Saya katakan : “Mengapa engkau tampak begitu sedih, pikiranmu seakan diselimuti oleh kesedihan? Apa yang terjadi atas dirimu? Bukankah engkau pangeran kebahagiaan yang senantiasa diharapkan hadir selalu dalam jiwa setiap orang. Engkau yang membuat jiwa manusia menjadi hidup, penuh senyum bahagia dan jalanpun menjadi terang benderang ibarat bulan purnama di malam hari?”.
Ia menjawab : “Inilah deritaku, dan mungkin ini akan menimpamu hari ini”.
Saya katakan : “Apa maksud ungkapanmu? Saya betul-betul tidak paham? Tolong jelaskan kepadaku !!

Ia berkata : “saya adalah pangeran beracun yang akan mengajarkan kepada manusia apa sebenarnya keindahan itu? Keindahan alam yang Rabbani (keindahan yang bermuara pada cawan cinta Illahi) adalah sumber kehidupan jiwaku. Sayang, sayalah yang akan membuat ilustrasi keindahan terpancarkan pada pikiran setiap orang. Diantara mereka mengekspresikan keindahan itu dengan rindu yang meledak-meledak”.
Saya katakan: “Sudahlah, tidak perlu kita urus lagi masalah ini. Kita semua tahu tentang dirimu. Siapa didunia ini yang tidak tahu tentang dirimu. Engkau lah yang menerangi jalan dan engkau adalah jalan yang terang. Engkau adalah kehidupan ruhku”.
Kemudian, tiba-tiba ia memotong pembicaraanku. “Anak-anak muda banyak yang tidak mengenal baik siapa sebenarnya aku?. Mereka salah persepsi tentang aku. Sehingga aku identik dengan sekedar pemenuhan keinginan dan syahwat. Betapa pedihnya perasaanku atas oknum yang mencemarkan nama suciku dengan melangar aturan syara’ dan tindakan-tindakan bodoh atas nama cinta, padahal aku bebas dari semua yang ia lakukan. Apakah memang engkau rela atas nasibku yang hanya berperan sebatas persepsian orang, yang identik dengan harga diri yang begitu murah? Atau aku hanyalah sebuah sirine yang memanggil seseorang untuk berbuat asusila dan tidak terhormat dan tanpa makna?”.
Saya katakan : “Saya pikir mereka semua salah paham terhadapmu. Akan tetapi mereka belum mendapatkan orang yang mengenalkan mereka tentang hakikat cinta. Jadi, apa salah mereka, sementara mereka dibelenggu oleh persepsi seperti ini? Apalagi didukung dengan tayangan-tayangan film yang heboh”.
Ia berkata : “Engkau mulai mengerti yang aku maksud. Tapi, engkau belum memberikan solusi yang aku inginkan, atas kedatanganku. Engkau hanya memaparkan problematika dan mengapa problematika itu muncul. Sementara saya berharap engkau bisa membantuku keluar dari cobaan ini. Allah swt menciptakanku agar di hari kiamat nanti mereka berlindung dibawah payung-Nya disaat tidak ada perlindungan selain perlindungannya. Di saat Allah memanggil mereka di Padang Mahsyar dan matahari berada didekat kepala mereka, “Dimanakah orang yang saling mencintai karena-Ku? Dimanakah orang yang saling mengunjungi karena-Ku? Hari ini aku lindungi mereka dengan payung-Ku, disaat tidak ada perlindungan selain perlindungan-Ku.”
Saya berkata : “Jadi, apa sebenarnya yang engkau inginkan dari saya? Saya akan mengikuti perintahmu dan saya siap dengan apa yang kau inginkan.”
Ia berkata : “Lakukan apa saja. Teriaklah dengan suara lantang kepada mereka bahwa cinta mempunyai makna tersendiri yang belum pernah mereka pahami. Ia seperti sebuah sihir yang tidak bisa mereka rasakan. Jelaskan kepada mereka betapa aku sangat menderita karenanya, karena salah paham mereka tentangku. Mereka melakukan tindakan-tindakan bodoh mengataskan namaku.” .......