from : http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2008/05/al-ain-pandangan-mata.html
QS. Yusuf : 67 – 68
وَقَالَ يَبَنِيّ لاَ تَدْخُلُواْ مِن بَابٍ وَاحِدٍ وَادْخُلُواْ مِنْ أَبْوَابٍ مّتَفَرّقَةٍ وَمَآ أُغْنِي عَنكُمْ مّنَ اللّهِ مِن شَيْءٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلاّ للّهِ عَلَيْهِ تَوَكّلْتُ وَعَلَيْهِ فَلْيَتَوَكّلِ الْمُتَوَكّلُونَ * وَلَمّا دَخَلُواْ مِنْ حَيْثُ أَمَرَهُمْ أَبُوهُم مّا كَانَ يُغْنِي عَنْهُمْ مّنَ اللّهِ مِن شَيْءٍ إِلاّ حَاجَةً فِي نَفْسِ يَعْقُوبَ قَضَاهَا وَإِنّهُ لَذُو عِلْمٍ لّمَا عَلّمْنَاهُ وَلَـَكِنّ أَكْثَرَ النّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ
Dan
Ya'qub berkata: "Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk
dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang
berlain-lain; namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang
sedikitpun dari pada (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu)
hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan hendaklah
kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri".
Dan tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka, maka
(cara yang mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikitpun
dari takdir Allah, akan tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri
Ya'qub yang telah ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia mempunyai
pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahui.
Ibnu Katsir berkata :
Ibnu Katsir berkata :
يقول
تعالى إخباراً عن يعقوب عليه السلام, إنه أمر بنيه لما جهزهم مع أخيهم
بنيامين إلى مصر أن لا يدخلوا كلهم من باب واحد, وليدخلوا من أبواب متفرقة,
فإنه كما قال ابن عباس ومحمد بن كعب ومجاهد والضحاك وقتادة والسدي وغير
واحد إنه: خشي عليهم العين, وذلك أنهم كانوا ذوي جمال وهيئة حسنة, ومنظر
وبهاء, فخشي عليهم أن يصيبهم الناس بعيونهم, فإن العين حق تستنزل الفارس عن
فرسه
“Allah
berfirman mengkhabarkan tentang Ya’qub ‘alahis-salaam bahwasannya ia
memerintah anak-anaknya ketika mempersiapkan mereka bersama saudara
mereka, Bun-yamin, ke Mesir agar mereka tidak masuk semuanya dari satu
pintu, akan tetapi dari beberapa pintu yang berlainan. Sesungguhnya
Ya’qub – sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Muhammad bin Ka’b,
Mujahid, Adl-Dlahhak, Qatadah, As-Suddi, dan yang lainnya –
mengkhawatirkan mereka dari Al-‘Ain (pengaruh mata). Hal itu disebabkan
karena anak-anak Ya’qub tersebut tampan-tampan dan menawan. Maka Ya’qub
mengkhawatirkan mereka akan pengaruh ‘Ain dari orang-orang yang
memandang mereka, karena Al-‘Ain adalah haq (benar) yang dapat
mengakibatkan seorang penunggang kuda jatuh dari kudanya”.
Kemudian beliau melanjutkan :
Kemudian beliau melanjutkan :
وقوله
{ وَمَآ أُغْنِي عَنكُمْ مّنَ اللّهِ مِن شَيْءٍ } أي إن هذا الاحتراز لا
يرد قدر الله وقضاءه, فإن الله إذا أراد شيئاً لا يخالف ولا يمانع, {
وَلَمّا دَخَلُواْ مِنْ حَيْثُ أَمَرَهُمْ أَبُوهُم مّا كَانَ يُغْنِي
عَنْهُمْ مّنَ اللّهِ مِن شَيْءٍ إِلاّ حَاجَةً فِي نَفْسِ يَعْقُوبَ
قَضَاهَا } قالوا: هي دفع إصابة العين لهم
“Dan firman-Nya : Namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. ; yaitu kehati-hatian itu tidak akan dapat menolak takdir Allah dan ketentuan-Nya, karena sesungguhnya Allah jika telah menghendaki sesuatu maka tidak ada yang menghalangi. Firman-Nya : {Dan tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah, akan tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya'qub yang telah ditetapkannya} ; mereka berkata : ‘Yaitu menghindari pengaruh Al’-‘Ain terhadap mereka” [Tafsir Ibnu Katsir 2/485].
QS. Al-Qalam : 51
وَإِن يَكَادُ الّذِينَ كَفَرُواْ لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمّا سَمِعُواْ الذّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنّهُ لَمَجْنُونٌ
“Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al Quran dan mereka berkata: "Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila”.
Ibnu Katsir berkata :
قال
ابن عباس ومجاهد وغيرهما { لَيُزْلِقُونَكَ } لينفذونك { بِأَبْصَارِهِمْ }
أي يعينونك بأبصارهم بمعنى يحسدونك لبغضهم إياك لولا وقاية الله لك
وحمايته إياك منهم, وفي هذه الاَية دليل على أن العين إصابتها وتأثيرها حق
بأمر الله عز وجل, كما وردت بذلك الأحاديث المروية من طرق متعددة كثيرة.
“Telah berkata Ibnu ‘Abbas, Mujahid, dan yang lainnya : {‘benar-benar hampir menggelincirkan kamu’} ; yaitu mempengaruhi kamu; {‘dengan pandangan mereka’} ; yaitu memandangmu dengan mata-mata mereka yaitu mendengkimu karena kebencian mereka kepadamu. Sekiranya tidak ada perlindungan Allah kepadamu dari mereka. Di dalam ayat ini terdapat dalil bahwa terkena Al-‘Ain dan pengaruhnya adalah haq (benar) dengan ijin Allah, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits yang diriwayatkan dari beberapa jalan yang berbeda” [Tafsir Ibnu Katsir 4/410].
Dalil dari As-Sunnah Ash-Shahihah
عن أبي هريرة رضى الله تعالى عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال العين حق
Dari Abi Hurairah radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Al-‘Ain adalah haq (benar)” [HR. Bukhari no. 5408 dan Muslim no. 2187].
عن عائشة قالت قال رسول الله صلى الله عليه وسلم استعيذوا بالله فإن العين حق
Dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Meminta perlindunganlah kepada Allah dari Al-‘Ain, karena sesungguhnya Al-‘Ain itu haq (benar)” [HR. Ibnu Majah no. 3508; dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul-Jaami’ no. 938].
عن بن عباس عن النبي صلى الله عليه وسلم قال العين حق ولو كان شيء سابق القدر سبقته العين وإذا استغسلتم فاغسلوا
Dari Ibni ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma bahwa ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Al-‘Ain itu haq (benar) dan sekiranya ada sesuatu yang mendahului takdir, niscaya Al-‘Ain akan mendahuluinya. Dan apabila engkau diminta mandi, hendaklah kalian mandi [1]” [HR. Muslim no. 2188].
عن أسماء عميس قالت : يا رسول الله ان بني جعفر تصيبهم العين أفأسترقي لهم قال نعم فلو كان شيء سابق القدر لسبقته العين
Dari Asmaa’ binti ‘Umais radliyallaahu ‘anhaa ia berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Bani Ja’far terkena Al-‘Ain, maka apakah boleh aku meruqyah mereka ?”. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Ya, sekiranya ada sesuatu yang mendahului takdir, niscaya Al-‘Ain akan mendahuluinya” [HR. Ahmad 6/438 no. 27510 dan Tirmidzi no. 2059; dihasankan oleh Al-Arnauth dalam Ta’liqnya terhadap Musnad Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul-Jami’ no. 5286].
عن أبي ذر قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن العين لتولع بالرجل بإذن الله تعالى حتى يصعد حالقا ثم يتردى منه
Dari Abi Dzarr radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Sesungguhnya Al-‘Ain dapat memperdaya seseorang dengan ijin Allah sehingga ia naik ke tempat yang tinggi lalu jatuh darinya [2]” [HR. Ahmad 5/146 no. 21340, 6/13 no. 5372, Al-Bazzar 9/386 no. 3972, dan Al-Haarits dalam Bughyatul-Bahits 2/603 no. 566; dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul-Jaami’ no. 1681].
عن بن عباس عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : العين حق تستنزل الحالق
Dari Ibnu 'Abbas radliyallaahu 'anhuma dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam : "Al-'Ain itu adalah haq yang dapat menggelincirkan orang yang naik ke tempat tinggi" [HR. Ahmad no. 1/274 no. 2477, Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir no. 12662, dan Al-Hakim no. 7489; dihasankan oleh Al-Arnauth dalam Ta’liqnya terhadap Musnad Ahmad dan Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 1250].
عن جابر قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم العين تدخل الرجل القبر و تدخل الجمل القدر
Dari Jabir radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Al-‘Ain adalah haq (benar), dapat memasukkan seseorang ke dalam kuburan dan dapat memasukkan onta ke dalam kuali [3]” [HR. Ibnu ‘Adi 6/407 biografi no. 1890 dari Mu’awiyyah bin Hisyam Al-Qashshaar, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 7/90, Al-Khathiib 9/244, Al-Qadlaa’I 2/140 no. 1059; dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahiihul-Jaami’ no. 4144].
عن جابر ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال أكثر من يموت من أمتى بعد قضاء الله وقدره بالأنفس يعنى بالعين
Dari Jabir radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Kebanyakan orang yang meninggal dari umatku setelah qadla dan qadar Allah adalah karena Al-‘Ain” [HR. Ath-Thayalisi hal. 242 no. 1760, Bukhari dalam At-Tarikh Al-Kabir 4/360, no. 3144, Al-Hakim 3/46 no. , Al-Bazzar dalam Kasyful-Istaar 3/403 no. 3052, Ad-Dailami 1/364 no. 1467, dan Ibnu Abi ‘Ashim 1/136 no. 311; dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahiihul-Jaami’ no. 1206].
عن عائشة قالت كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يأمرني أن استرقي من العين
Dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah memerintahkan agar aku meruqyah seseorang karena terkena Al-‘Ain” [HR. Bukhari no. 5406 dan Muslim no. 2195].
عن أنس قال رخص رسول الله صلى الله عليه وسلم في الرقية من العين والحمة والنملة
Dari Anas radliyallaahu ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memberikan rukhshah dalam ruqyah karena Al-‘Ain, Al-Hummah [4], dan An-Namlah [5]” [HR. Muslim no. 2196].
عن أم سلمة رضى الله تعالى عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم رأى في بيتها جارية في وجهها سفعة فقال استرقوا لها
Dari Ummi Salamah radliyallaahu ‘anhaa : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam melihat di dalam rumah seorang anak perempuan yang di wajahnya terdapat Suf’ah [6]. Maka beliau bersabda : “Padanya ada pengaruh akibat pandangan (Al-‘Ain). Ruqyah-lah ia !” [Bukhari no. 5407 dan Muslim no. 2197].
عن جابر بن عبد الله يقول رخص النبي صلى الله عليه وسلم لآل حزم في رقية الحية وقال لأسماء بنت عميس مالي أرى أجسام بني أخي ضارعة تصيبهم الحاجة قالت لا ولكن العين تسرع إليه قال أرقيهم
Dari Jabir radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memberikan rukhshah kepada keluarga Hazm dalam meruqyah (gigitan) ular. Maka beliau bersabda kepada Asmaa’ binti ‘Umais : “Mengapa saya melihat badan anak-anak keturunan keturunan anak-anak saudara saya kurus-kurus ? Apakah karena kemiskinan ?”. Asma menjawab : “Tidak, akan tetapi Al-‘Ain cepat menimpa mereka”. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata : “Ruqyahlah mereka” [HR. Muslim no. 2198].
Pendapat Para Ulama Mengenai Al-‘Ain
Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata :
قوله باب العين حق أي الإصابة بالعين شيء ثابت موجود أو هو من جملة ما تحقق كونه قال المازري أخذ الجمهور بظاهر الحديث وأنكره طوائف المبتدعة لغير معنى لأن كل شيء ليس محالا في نفسه ولا يؤدي إلى قلب حقيقة
“Perkataan Al-Bukhari : Al-‘Ain adalah haq (benar), yaitu bahwa terkena Al-‘Ain adalah sesuatu yang tetap lagi ada atau ia merupakan perkataan yang menyatakan kebenaran akan wujudnya. Telah berkata Al-Mazar : Jumhur ulama telah mengambil dhahir hadits dan mengingkari golongan-golongan ahlul-bid’ah (yang telah memalingkannya) dari makna sebenarnya. Karena segala sesuatu tidaklah mustahil pada dirinya dan tidaklah pula mengherankan bagi hati atas hakikatnya..” [Fathul-Bari 10/200 penjelasan atas Bab : Al-‘Ainu haqqun].
Ibnul-Atsir berkata :
يقال: أصَابَت فُلاناً عيْنٌ إذا نَظر إليه عَدُوّ أو حَسُود فأثَّرتْ فيه فمَرِض بِسَببها
“Dikatakan : Fulan terkena ‘Ain, yaitu apa bila musuh atau orang-orang dengki memandangnya lalu pandangan itu mempengaruhinya hingga menyebabkannya sakit” [An-Nihayah 3/332].
Ibnul-Jauzi berkata :
العين نظر باستحسان يشوبه شيء من الحسد ويكون الناظر خبيث الطبع كذوات السموم فيؤثر في المنظور إليه
“Al-‘Ain adalah pandangan yang disertai anggapan baik yang bercampur dengan kedengkian. Orang yang memandang tersebut mempunyai tabi’at yang buruk - seperti halnya angin panas (yang memberikan pengaruh pada apa yang dikenainya) - sehingga ia akan memberikan bekas/pengaruh pada orang yang dipandangnya tersebut” [Kasyful-Musykil min Hadiitsish-Shahihain no. 994].
Ibnul-Qayyim berkata :
فَأَبْطَلَتْ طَائِفَةٌ مِمّنْ قَلّ نَصِيبُهُمْ مِنْ السّمْعِ وَالْعَقْلِ أَمْرَ الْعَيْنِ وَقَالُوا : إنّمَا ذَلِكَ أَوْهَامٌ لَا حَقِيقَةَ لَهُ وَهَؤُلَاءِ مِنْ أَجْهَلِ النّاسِ بِالسّمْعِ وَالْعَقْلِ وَمِنْ أَغْلَظِهِمْ حِجَابًا وَأَكْثَفِهِمْ طِبَاعًا وَأَبْعَدِهِمْ مَعْرِفَةً عَنْ الْأَرْوَاحِ وَالنّفُوسِ . وَصِفَاتِهَا وَأَفْعَالِهَا وَتَأْثِيرَاتِهَا وَعُقَلَاءُ الْأُمَمِ عَلَى اخْتِلَافِ مِلَلِهِمْ وَنِحَلِهِمْ لَا تَدْفَعُ أَمْرَ الْعَيْنِ وَلَا تُنْكِرُهُ وَإِنْ اخْتَلَفُوا فِي سَبَبِ وَجِهَةِ تَأْثِيرِ الْعَيْنِ .
“Sekelompok orang yang tidak banyak mendengar dan berfikir menolak masalah (hakikat) Al-‘Ain mengatakan : “Itu hanyalah khayalan yang tidak mempunyai hakikat”. Mereka ini termasuk orang yang paling bodoh karena tidak banyak mendengar dan berfikir, termasuk orang-orang yang paling tebal dinding penutupnya, paling keras tabiatnya, dan paling jauh pengetahuannya tentang ruh dan jiwa. Padahal, sifat-sifat, perbuatan-perbuatan, dan pengaruh-pengaruh Al-‘Ain itu – demikian pula orang-orang yang berakal sehat di kalangan umat dari berbagai aliran dan madzhab – tidak menolak dan tidak mengingkari masalah Al-‘Ain ini, sekalipun mereka berselisih pendapat tentang sebabnya dan bagaimana pengaruh Al-‘Ain itu” [Zaadul-Ma’ad 4/152].
Selanjutnya Ibnul-Qayyim melanjutkan :
وَلَا رَيْبَ أَنّ اللّهَ سُبْحَانَهُ خَلَقَ فِي الْأَجْسَامِ وَالْأَرْوَاحِ قُوًى وَطَبَائِعَ مُخْتَلِفَةً وَجَعَلَ فِي كَثِيرٍ مِنْهَا خَوَاصّ وَكَيْفِيّاتٍ مُؤَثّرَةً وَلَا يُمْكِنُ لِعَاقِلٍ إنْكَارُ تَأْثِيرِ الْأَرْوَاحِ فِي الْأَجْسَامِ فَإِنّهُ أَمْرٌ مُشَاهَدٌ مَحْسُوسٌ وَأَنْتَ تَرَى الْوَجْهَ كَيْفَ يَحْمَرّ حُمْرَةً شَدِيدَةً إذَا نَظَرَ إلَيْهِ مِنْ يَحْتَشِمُهُ وَيَسْتَحِي مِنْهُ وَيَصْفَرّ صُفْرَةً شَدِيدَةً عِنْدَ نَظَرِ مَنْ يَخَافُهُ إلَيْهِ وَقَدْ شَاهَدَ النّاسُ مَنْ يَسْقَمُ مِنْ النّظَرِ وَتَضْعُفُ قُوَاهُ وَهَذَا كُلّهُ بِوَاسِطَةِ تَأْثِيرِ الْأَرْوَاحِ وَلِشِدّةِ ارْتِبَاطِهَا بِالْعَيْنِ يُنْسَبُ الْفِعْلُ إلَيْهَا وَلَيْسَتْ هِيَ الْفَاعِلَةَ وَإِنّمَا التّأْثِيرُ لِلرّوحِ وَالْأَرْوَاحُ مُخْتَلِفَةٌ فِي طَبَائِعِهَا وَقُوَاهَا وَكَيْفِيّاتِهَا وَخَوَاصّهَا فَرُوحُ الْحَاسِدِ مُؤْذِيَةٌ لِلْمَحْسُودِ أَذًى بَيّنًا
وَلِهَذَا أَمَرَ اللّهُ - سُبْحَانَهُ - رَسُولَهُ أَنْ يَسْتَعِيذَ بِهِ مِنْ شَرّهِ وَتَأْثِيرُ الْحَاسِدِ فِي أَذَى الْمَحْسُودِ أَمْرٌ لَا يُنْكِرُهُ إلّا مَنْ هُوَ خَارِجٌ عَنْ حَقِيقَةِ الْإِنْسَانِيّةِ وَهُوَ أَصْلُ الْإِصَابَةِ بِالْعَيْنِ فَإِنّ النّفْسَ الْخَبِيثَةَ الْحَاسِدَةَ تَتَكَيّفُ بِكَيْفِيّةٍ خَبِيثَةٍ وَتُقَابِلُ الْمَحْسُودَ فَتُؤَثّرُ فِيهِ بِتِلْكَ الْخَاصّيّةِ وَأَشْبَهُ الْأَشْيَاءِ بِهَذَا الْأَفْعَى فَإِنّ السّمّ كَامِنٌ فِيهَا بِالْقُوّةِ فَإِذَا قَابَلَتْ عَدُوّهَا انْبَعَثَتْ مِنْهَا قُوّةٌ غَضَبِيّةٌ وَتَكَيّفَتْ بِكَيْفِيّةٍ خَبِيثَةٍ مُؤْذِيَةٍ فَمِنْهَا مَا تَشْتَدّ كَيْفِيّتُهَا وَتَقْوَى حَتّى تُؤَثّرَ فِي إسْقَاطِ الْجَنِينِ وَمِنْهَا مَا تُؤَثّرُ فِي طَمْسِ الْبَصَرِ كَمَا قَالَ النّبِيّ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فِي الْأَبْتَرِ وَذِي الطّفْيَتَيْنِ مِنْ الْحَيّاتِ إنّهُمَا يَلْتَمِسَانِ الْبَصَرَ وَيُسْقِطَانِ الْحَبَل
...........بَلْ التّأْثِيرُ يَكُونُ تَارَةً بِالِاتّصَالِ وَتَارَةً بِالْمُقَابَلَةِ وَتَارَةً بِالرّؤْيَةِ وَتَارَةً بِتَوَجّهِ الرّوحِ نَحْوَ مَنْ يُؤَثّرُ فِيهِ وَتَارَةً بِالْأَدْعِيَةِ وَالرّقَى وَالتّعَوّذَاتِ وَتَارَةً بِالْوَهْمِ وَالتّخَيّلِ وَنَفْسُ الْعَائِنِ لَا يَتَوَقّفُ تَأْثِيرُهَا عَلَى الرّؤْيَةِ بَلْ قَدْ يَكُونُ أَعْمَى فَيُوصَفُ لَهُ الشّيْءُ فَتُؤَثّرُ نَفْسُهُ فِيهِ وَإِنْ لَمْ يَرَهُ وَكَثِيرٌ مِنْ الْعَائِنِينَ يُؤَثّرُ فِي الْمَعِينِ بِالْوَصْفِ مِنْ غَيْرِ رُؤْيَةٍ وَقَدْ قَالَ تَعَالَى لِنَبِيّهِ : {وَإِنْ يَكَادُ الّذِينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمّا سَمِعُوا الذّكْرَ } [ الْقَلَمُ 51 ] . وَقَالَ {قُلْ أَعُوذُ بِرَبّ الْفَلَقِ مِنْ شَرّ مَا خَلَقَ وَمِنْ شَرّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ وَمِنْ شَرّ النّفّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ وَمِنْ شَرّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ }. فَكُلّ عَائِنٍ حَاسِدٌ وَلَيْسَ كُلّ حَاسِدٍ عَائِنًا فَلَمّا كَانَ الْحَاسِدُ أَعَمّ مِنْ الْعَائِنِ كَانَتْ الِاسْتِعَاذَةُ مِنْهُ اسْتِعَاذَةً مِنْ الْعَائِنِ وَهِيَ سِهَامٌ تَخْرُجُ مِنْ نَفْسِ الْحَاسِدِ وَالْعَائِنِ نَحْوَ الْمَحْسُودِ وَالْمَعِينِ تُصِيبُهُ تَارَةً وَتُخْطِئُهُ تَارَةً فَإِنْ صَادَفَتْهُ مَكْشُوفًا لَا وِقَايَةَ عَلَيْهِ أَثّرَتْ فِيهِ وَلَا بُدّ وَإِنْ صَادَفَتْهُ حَذِرًا شَاكِيَ السّلَاحِ لَا مَنْفَذَ فِيهِ لِلسّهَامِ لَمْ تُؤَثّرْ فِيهِ وَرُبّمَا رُدّتْ السّهَامُ عَلَى صَاحِبِهَا.
“Tidak diragukan lagi bahwa Allah menciptakan bermacam-macam kekuatan dan tabiat pada jasad dan ruh. Banyak diantaranya yang dijadikan memiliki kekhususan dan seluk-beluk pengaruhnya. Bagi orang yang berakal tidak mungkin menolak pengaruh ruh dalam jasad, karena ia merupakan hal yang empirik. Anda melihat bagaimana wajah menjadi merah padam apabila dipandang oleh orang yang sangat disegani, atau menjadi pucat pasi bila dipandang oleh orang yang ditakuti. Orang-orang pun menyaksikan adanya orang yang sakit dan lemah kekuatannya disebabkan oleh pandangan mata. Ini semua terjadi dengan perantaraan ruh. Dan, mengingat kaitannya yang sangat erat dengan mata, maka orang yang menisbatkan perbuatannya tersebut padanya (mata) padahal sesungguhnya tidaklah demikian, tetapi hanyalah merupakan pengaruh ruh. Sedangkan ruh itu sendiri bermacam-macam tabiat, kekuatan, seluk-beluk, dan kekhususan-kekhususannya. Ruh orang yang mendengki akan menyakiti secara jelas orang yang didengki.
Oleh karena itu, Allah memerintahkan Rasul-Nya agar berlindung kepada-Nya dari kejahatannya. Pengaruh orang yang mendengki dalam menyakiti orang yang didengki merupakan perkara yang tidak dipungkiri kecuali oleh orang yang telah keluar dari hakikat kemanusiaan (gila). Ia (kedengkian) merupakan pangkal terjadinya apa yang disebut : Terkena Al-‘Ain. Karena jiwa yang buruk dan mendengki akan menyesuaikan diri dengan cara yang buruk dan melawan orang yang didengki kemudian mempengaruhinya dengan kekhususan tersebut. Sesuatu yang paling mirip dengan hal ini adalah ular, karena racun tersimpan di dalamnya dengan kuat; apabila ia menghadapi musuhnya maka akan muncul darinya satu kekuatan amarah dan akan menyesuaikan dengan cara yang buruk dan menyakitkan. Diantaranya ada yang sangat kuat cara penyesuaiannya sehingga bisa berpengaruh menggugurkan janin (yang ada dalam kandungan). Ada juga yang bisa menimbulkan kebutaan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tentang ular bunting dan mempunyai dua garis putih di punggungnya : “Keduanya bisa membutakan kedua mata dan menggugurkan kandungan” [7].
………..
Kadang-kadang pengaruh tersebut terjadi melalui kontak (persentuhan), perlawanan, pandangan, mengerahkan ruh kepada orang yang akan dipengaruhi, doa-doa, jampi-jampi, ta’awudz (doa meminta perlindungan), atau dengan mengkhayalkan dan membayangkan. Pengaruh jiwa orang yang melakukan Al-‘Ain itu tidak hanya tergantung pada pandangan, bahkan bisa jadi matanya buta kemudian dijelaskan padanya sesuatu lalu jiwanya bisa mempengaruhinya sekalipun tidak melihat. Banyak orang yang mempunyai Al-‘Ain dapat mempengaruhi orang yang didengki hanya melalui penjelasan yang didengarnya tanpa melihatnya. Dan sungguh Allah telah berfirman kepada Nabi-Nya : “Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al Quran” [QS. Al-Qalam : 51]. Dan Allah juga berfirman : Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki." [QS. Al-Falaq : 1-5]. Maka setiap pelaku ‘Ain adalah pendengki, namun tidaklah setiap pendengki itu adalah pelaku ‘Ain. Seorang pendengki lebih umum daripada seorang pelaku ‘Ain, sehingga isti’adzah terhadap orang yang dengki (dalam ayat) sudah mencakup isti’adzah dari para pelaku ‘Ain. Ia adalah “anak panah” yang keluar dari jiwa seorang pendengki dan pelaku ‘Ain kepada orang yang didengki, yang kadang-kadang menimpanya tapi juga kadang-kadang tidak mengenainya. Jika kebetulan orang yang didengki itu “telanjang” tidak ada “perlindungan” sama sekali, maka pasti akan mempengaruhinya. Jika orang yang didengki itu dalam keadaan “siap membawa senjata”, maka tidak akan mampu menembusnya. Bahkan mungkin anak panah itu akan kembali pada orang yang meluncurkannya” [idem 4/153-154].
Beliau meneruskan :
وَأَصْلُهُ مِنْ إعْجَابِ الْعَائِنِ بِالشّيْءِ ثُمّ تَتْبَعُهُ كَيْفِيّةُ نَفْسِهِ الْخَبِيثَةِ ثُمّ تَسْتَعِينُ عَلَى تَنْفِيذِ سُمّهَا بِنَظْرَةٍ إلَى الْمَعِينِ وَقَدْ يَعِينُ الرّجُلُ نَفْسَهُ وَقَدْ يَعِينُ بِغَيْرِ إرَادَتِهِ.
“Asal terjadinya Al-‘Ain ini adalah dari kekaguman orang yang melakukan ‘Ain itu terhadap sesuatu, kemudian diikuti oleh penyesuaian jiwanya yang buruk lalu melancarkan racunnya menggunakan ‘Ain kepada orang yang didengki. Seseorang bisa jadi melakukan ‘Ain terhadap dirinya dan kadang-kadang pengaruh buruk dari pandangan matanya itu mengenai (seseorang) tanpa kehendaknya” [idem, 4/154].
- Orang yang dengki lebih umum daripada orang yang mempunyai ‘Ain. Orang yang mempunyai ‘Ain adalah orang dengki jenis tertentu. Setiap pelaku ‘Ain adalah pendengki, akan tetapi tidak setiap pendengki adalah pelaku ‘Ain. Oleh sebab itu disebutkan isti’adzah (memohon perlindungan) di dalam QS. Al-Falaq itu adalah dari kedengkian. Jika seorang Muslim ber-isti’adzah dari kejahatan orang yang mendengki, maka sudah termasuk di dalamnya (isti’adzah kepada) pelaku ‘Ain. Ini adalah termasuk kemukjizatan dan balaghah Al-Qur’an.
- Kedengkian muncul dari rasa iri, benci, dan mengharapkan lenyapnya nikmat. Sedangkan Al-‘Ain disebabkan oleh kekaguman, kehebatan, dan keindahan.
- Kedengkian dan Al-‘Ain (mata kedengkian) memiliki kesamaan dalam hal pengaruh, yaitu menimbulkan bahaya bagi orang yang didengki dan dipandang dengan ‘Ain. Keduanya berbeda dalam soal sumber penyebab. Sumber penyebab kedengkian adalah terbakarnya hati dan mengharapkan lenyapnya nikmat dari orang yang didengki, sedangkan sumber penyebab Al-‘Ain adalah panahan pandangan mata. Oleh sebab itu, kadang-kadang menimpa orang yang tidak didengki seperti benda mati, binatang, tanaman, atau harta ; bahkan bisa jadi menimpa dirinya sendiri. Jadi, pandangannya terhadap sesuatu adalah pandangan kekaguman dan pelototan disertai penyesuaian jiwanya dengan hal tersebut sehingga bisa menimbulkan pengaruh terhadap orang yang dipandang.
- Orang yang mendengki bisa saja mendengki sesuatu yang diperkirakan akan terjadi (belum terjadi), sedangkan pelaku ‘Ain tidak akan melayangkan pandangan matanya kecuali pada sesuatu yang telah terjadi.
- Orang tidak akan mendengki dirinya atau hartanya sendiri, tetapi bisa jadi dia menatap keduanya (yaitu kepada dirinya dan hartanya itu) dengan ‘Ain (sehingga terjadilah sesuatu pada dirinya).
- Kedengkian tidak mungkin muncul kecuali dari orang yang berjiwa buruk dan iri, tetapi Al-‘Ain kadang-kadang terjadi dari orang yang shalih ketika dia mengagumi sesuatu tanpa ada maksud darinya untuk melenyapkannya, sebagaimana yang dialami oleh ‘Amir bin Rabi’ah ketika tatapannya menimpa Sahl bin Hunaif. Padahal ‘Amir radliyallaahu ‘anhu termasuk generasi awal bahkan termasuk Mujahidin Badr. Diantara ulama yang membedakan antara kedengkian dan Al-‘Ain (mata kedengkian) adalah Ibnul-Jauzi, Ibnul-Qayyim, Ibnu Hajar, An-Nawawi dan lainnya.
Oleh karena itu, setipa muslim yang melihat sesuatu yang menakjubkan dianjurkan agar mendoakan keberkahannya baik sesuatu itu miliknya ataupun milik orang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam hadits Sahl bin Hunaif : “Mengapa kamu tidak memberkahinya ?”
Yaitu mendoakan keberkahannya, karena doa ini bisa mencegah Al-‘Ain.
Pengobatan Mata Kedengkian
Memandikan Pelaku ‘Ain
Jika
telah diketahui pelaku ‘Ain-nya, maka perintahkanlah ia agar mandi
kemudian air yang dipakai mandi tersebut diambil dan disiramkan kepada
orang yang terkena ‘Ain dari arah belakangnya.
عن
أبي أمامة بن سهل بن حنيف أن أباه حدثه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم
خرج وساروا معه نحو مكة حتى إذا كانوا بشعب الخرار من الجحفة أغتسل سهل بن
حنيف وكان رجلا أبيض حسن الجسم والجلد فنظر إليه عامر بن ربيعة أخو بني عدي
بن كعب وهو يغتسل فقال ما رأيت كاليوم ولا جلد مخبأة فلبط فسهل فأتى رسول
الله صلى الله عليه وسلم فقيل له يا رسول الله هل لك في سهل والله ما يرفع
رأسه وما يفيق قال هل تتهمون فيه من أحد قالوا نظر إليه عامر بن ربيعة فدعا
رسول الله صلى الله عليه وسلم عامرا فتغيظ عليه وقال علام يقتل أحدكم أخاه
هلا إذا رأيت ما يعجبك بركت ثم قال له أغتسل له فغسل وجهه ويديه ومرفقيه
وركبتيه وأطراف رجليه وداخلة إزاره في قدح ثم صب ذلك الماء عليه يصبه رجل
على رأسه وظهره من خلفه ثم يكفئ القدح وراءه ففعل به ذلك فراح سهل مع الناس
ليس به بأس
Dari
Umamah bin Sahl bin Hunaif, bahwasannya ayahnya telah menceritakan
kepadanya : Bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pergi
bersamanya menuju Makkah. Ketika sampai di satu celah bukit Kharar di
daerah Juhfah, maka Sahl bin Hunaif mandi. Ia adalah seorang yang yang
berkulit sangat putih dan sangat bagus. Maka ‘Amir bin Rabi’ah - kerabat
Bani ‘Adi bin Ka’b – memandangnya ketika ia sedang mandi. ‘Amir berkata
: ‘Aku belum pernah melihat seperti sekarang, juga tidak pernah melihat
kulit wanita perawan bercadar’. Maka tiba-tiba Sahl jatuh terguling
(karena sakit. Maka datag Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan
dikatakan kepada beliau : “Wahai Rasulullah, apa kira-kira yang terjadi
pada Sahl ? Ia (Sahl) tidak bisa mengangkat kepalanya dan sekarang ia
belum juga sadar”. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
bertanya : “Apakah ada seseorang yang kalian curigai ?”. Mereka
berkata : “Amir bin Rabi’ah telah memandangnya”. Kemudian Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam memanggilnya lalu memarahinya dan bersabda
: ‘Mengapa salah seorang diantara kalian hendak membunuh Saudaranya
? Mengapa ketika kamu melihat sesuatu hal yang menakjubkanmu, kamu
tidak memberkahi ?”. Kemudian beliau berkata kepadanya : “Mandilah untuknya !”.
Kemudian ‘Amir mencuci mukanya, kedua tangannya, kedua sikunya, kedua
lututnya, jari-jari kedua kakinya, dan bagian dalam kainnya di dalam
bejana. Kemudian (air bekas mandi itu) disiramkan kepadanya (Sahl) oleh
seseorang ke kepalanya dan punggungnya dari arah belakangnya. Kemudian
bejana terebut ditumpahkan isinya di belakangnya. Maka setelah hal itu
dilakukan, Sahl kembali bersama orang-orang dalam keadaan tidak kurang
suatu apa (sehat kembali). ” [HR. Ahmad 3/486 no. 16023, Malik 2/938 no.
1678, dan Nasa’i dalam Al-Kubraa 4/380 no. 7616; dishahihkan oleh
Al-Arnauth dalam dalam Ta’liqnya terhadap Musnad Ahmad dan Al-Albani
dalam Shahihul-Jaami’ no. 4020].
Bisa juga pelaku ‘Ain cukup berwudlu saja dan kemudian air bekas wudlunya dipakai mandi oleh orang yang terkena ‘Ain.
عن عائشة رضى الله تعالى عنها قالت كان يؤمر العائن فيتوضأ ثم يغتسل منه المعين
Dari
‘Aisyah radliyallaahu ‘anhu ia berkata : “Orang yang melakukan ‘Ain
diperintahkan agar berwudlu kemudian orang yang terkena ‘Ain mandi dari
air (bekas wudlu tadi)” [HR. Abu Dawud no. 3880; dishahihkan oleh
Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud 2/467].
Meletakan tangan ke atas kepala penderita ‘Ain dengan membaca :
بِسْمِ
اللهِ أَرْقِيْكَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيْكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ
أَوْ عَيْنٍ حَاسِدٍ اللهُ يَشْفِيْكَ بِسْمِ اللهِ أَرْقِيْكَ
“Dengan
nama Allah, aku meruqyahmu dari setiap sesuatu yang menyakitimu dab
dari kejelekan setiap jiwa atau mata yang dengki. Allah-lah yang
menyembuhkanmu. Dengan nama Allah aku meruqyahmu” [HR. Muslim no. 2186].
بِسْمِ اللهِ يُبْرِيْكَ وَمِنْ كُلِّ دَاءٍ يَشْفِيْكَ وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ وَمِنْ شَرِّ ذِيْ عَيْنٍ
“Dengan
nama Allah, mudah-mudahan Dia membebaskanmu, dari setiap penyakit,
mudah-mudahan Dia akan menyembuhkanmu, melindungimu dari kejahatan orang
dengki jika dia mendengki dan dari kejahatan setiap orang yang
mempunyai ‘Ain (mata dengki)” [HR. Muslim no 2185].
Meletakkan tangan di bagian atas yang sakit dan meruqyah dengan QS. Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Naas [Muttafaqun ‘alaih].
Abul-Jauzaa' Al-Bogory
Catatan kaki :
[1]
Yaitu apabila salah seorang di antara kalian diminta mandi untuk
Saudaranya yang muslim karena dia terkena Al-‘Ain, maka hendaklah ia
memenuhi permintaannya dan mandi untuknya.
[2]
Yaitu, sesungguhnya Al-’Ain dapat menimpa seseorang kemudian
mempengaruhinya hingga (jika) orang itu naik ke tempat yang tinggi
kemudian jatuh dari atas karena pengaruh Al-’Ain.
[3]
Maksudnya : Sesungguhnya Al’Ain dapat menimpa seseorang hingga
membunuhnya lalu mati dan dikuburkan ke dalam kuburan; dan bisa menimpa
onta hingga nyaris mati dan disembelih pemiliknya kemudian dimasak di
dalam kuali.
[4]
Al-Humah adalah setiap sengatan berbisa seperti sengatan ular,
kalajengking, dan yang lainnya [An-Nihayah fii Ghariibil-Hadits oleh
Ibnul-Atsir 5/120]
[5] An-Namlah adalah nanah yang keluar dari perut (lambung) [idem].
[6]
Saf’ah adalah tanda dari syaithan. Dikatakan pula bahwa ia adalah satu
pukulan darinya, yaitu cekungan hitam atau kuning di wajahnya
[An-Nihayah fii Ghariibil-Hadits oleh Ibnul-Atsir 2/375].
[7] HR. Bukhari no. 3123 dan Muslim no. 2233.
[8] Lihat Al-‘Ainu haqq hal. 28.